Pameran Tunggal herjaka HS, 3 sampai 9 Mei 2023
Pengantar dari PT KANISIUS Wayang Berperan dalam Membangun Karakter Bangsa Mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Sinarto, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (7/11/2021), “Wayang merupakan kesenian yang bersifat dinamis dan yang akan terus bertahan, karena wayang dianggap memberikan nilai-nilai kehidupan yang tidak lekang oleh zaman.” Sebagai kesenian, wayang mengalami perkembangan yang terus-menerus dari zaman ke zaman. Wayang bisa dijadikan sebagai media pendidikan/pembelajaran, penerangan, pemahaman filsafat kehidupan, ataupun sebagai hiburan. Dengan demikian, wayang dipandang sebagai media seni yang bernilai sangat tinggi dalam proses pembentukan karakter dan jati diri bangsa, juga dalam perkembangan peradaban Indonesia. Melalui karakter dan ceritanya, wayang memiliki peran dalam membangun karakter bangsa. Di samping itu, dalam perannya sebagai media pembelajaran, wayang diharapkan mampu menyampaikan nilai-nilai kebudayaan kepada masyarakat. Sebagai salah satu seni tradisional yang berharga di Indonesia, kesenian wayang harus terus dijaga dan dilestarikan dalam rangka membangun dan memberdayakan bangsa. Secara simbolik, cerita-cerita wayang menggambarkan perjalanan hidup manusia dalam mencari jati dirinya. Banyak pesan positif terkait dengan kehidupan manusia yang diusung melalui cerita dan pertunjukan seni wayang tersebut. Namun, memang harus kita akui bahwa dalam pertunjukan-pertunjukkan wayang, sering kali kita jumpai penggunaan bahasa atau kata-kata yang dianggap terlalu rumit dan susah dimengerti terutama oleh generasi muda; mereka lebih fasih dan lebih mudah memahami bahasa Indonesia, bahasa asing, ataupun campuran dari keduanya. Inilah salah satu hal yang menjadi tantangan kita dalam melestarikan kesenian wayang. Pak Herjaka H.S., seorang pemerhati wayang, sadar sepenuhnya akan adanya kendala dalam pelestarian seni wayang ini. Oleh karena itu, Beliau mencoba untuk menuliskan buku Komik Wayang yang berjudul Buruk Muka, Hati Mulia: Kisah Dua Bersaudara, Sumantri dan Sukrasana dalam dua jilid. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang sederhana, sehingga alur ceritanya mudah dipahami dan dicerna, bahkan oleh anak-anak usia SMP ke atas. Untuk membantu pemahaman atas alur cerita dan pesan yang akan disampaikan, Pak Herjaka memberikan ilustrasi yang sangat menarik dalam Komik Wayang tersebut. Ilustrasi sangat kental dengan nuansa dan ciri khas wayang sebagai bentuk kesenian tradisional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ilustrasi adalah gambar (foto, lukisan) yang berfungsi untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya; juga sebagai gambar, desain, atau diagram penghias (halaman sampul dan sebagainya). Salah satu fungsi gambar ilustrasi adalah untuk memperjelas isi narasi atau cerita, agar pembaca lebih mudah memahaminya, termasuk mengenali tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam cerita. Salah satu fungsi gambar ilustrasi adalah menarik perhatian pembaca karena memvisualisasikan cerita dan tokoh yang ada. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kehadiran ilustrasi menjadi sesuatu yang sangat penting. Bicara mengenai cerita Sumantri dan Sukrasana yang diangkat dalam Komik Wayang “Buruk Muka, Hati Mulia” ini, kita bisa mengambil beberapa pesan penting yang bisa kita terapkan dalam kehidupan harian kita. 1. Kita tidak bisa memilih lahir dengan fisik yang indah dan menarik. Apa pun kondisi fisik kita, harus tetap kita syukuri. Melalui cerita ini, kita disadarkan bahwa Tuhan menciptakan kita dengan kelebihan dan kelemahan kita masing-masing. Hal penting yang harus kita lakukan adalah mengembangkan apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita ini secara positif untuk kebaikan sesama. Itulah yang Sukrasana lakukan, meski fisiknya buruk dan menakutkan, tetapi dia tetap mengembangkan kelebihannya untuk sesama dan juga untuk membantu Sumantri, kakaknya. 2. Tidak jarang kita temui sebuah keluarga yang malu apabila memiliki anggota keluarga atau saudara yang memiliki kekurangan. Terkadang mereka menyembunyikan keberadaan anggota keluarga itu, dan bahkan berusaha untuk menyingkirkan dan tidak mengakuinya sebagai saudara atau keluarga. Hal ini tampak pada apa yang dilakukan oleh Sumantri. Dia tidak mau mengakui bahwa Sukrasana adalah adiknya dan bahkan meminta Sukrasana untuk pergi meninggalkannya. 3. Tak jarang orang akan mengakui seseorang sebagai sahabat atau saudaranya pada saat dia bisa mendapatkan keuntungan dari orang itu. Namun, pada saat dia merasa tidak membutuhkan ataupun orang itu sedang dalam kondisi terpuruk, maka dia kan dengan mudah meninggalkannya dan bahkan tidak mengakuinya sebagai sahabat atau saudara. Hal ini tampak saat Sumantri memerlukan bantuan Sukrasana untuk memindahkan Taman Sriwedari hingga Sumantri mendapatkan kembali gelarnya sebagai seorang patih. Namun pada saat Sumantri diminta untuk mengusuir “si hantu” Sukrasana, Sumantri tidak membela Sukrasana, tetapi justru menyuruhnya pergi, dan bahkan akhirnya tanpa sengaja membunuhnya. 4. Jangan kita mudah menilai seseorang hanya dari tampilan fisik dan luarnya saja. Banyak orang baik yang berpenampilan sangat sederhana, tetapi tidak jarang orang jahat yang berpenampilan perlente. Masih banyak lagi makna dan pesan baik yang tersimpan dalam cerita Sumantri dan Sukrasana ini yang dapat digali lebih dalam oleh para pembaca lintas generasi. Mari kita lestarikan terus kesenian wayang dalam berbagai bentuknya. Salam Budaya, Victima Paska P.H. Kadep. Redaksi Penerbit PT Kanisius #bukuanak#burukmukahatimulia#pamerantunggalherjakahs
No Comments