SRI RAWUH










 
cat minyak pada kanvas
140 cm x 100 cm.
karya Herjaka HS, tahun 2009
Koleksi Bp. Teguh Puji Harsono dari Tegal
 
 
 

 

 

Para rakyat kecil yang diprakarsai oleh Petruk membuat boneka “Nini Thowong” dengan hiasan tanaman padi di kepala. Mereka bernyanyi-nyanyi, bak mendaraskan mantra-mantra suci, sambil menggerak-nggerakkan boneka, untuk memohon agar Mbok Rara Sri atau Dewi Padi, yang menjadi symbol kemakmuran berkenan ‘Rawuh’ datang dan berdiam diantara rakyat kecil. Jika permainan Nini Thowong ini berhasil, artinya bahwa Mbok Rara Sri benar-benar Rawuh, negara boleh berharap bahwa kemakmuran akan segera datang. Kesetiaan rakyat untuk selalu sabar menanti datangnya kemakmuran dan kesejahteraan di ekspresikan dalam litani nyanyian yang tak berkesudahan, ‘Bagea-bagea Mbok Rara lagi teka,  bagea-bagea Mbok Rara lagi teka, bagea-bagea ………

Sri Rawuh

Initiated by Petruk, the Amarta Kingdom civil cervants, created ‘Nini Thowong’ puppet, decorated with rice stalks on her head. They sang sacred mantras while playing the puppet. They asked Mbok Rara Sri or Dewi Padi, the symbol of prosperity, to come to them. If the Nini Thowong play is successful, it is means that Mbok Rara Sri will come to them. They hoped that prosperity would come to them soon. Their patience and loyality in waiting for prosperity is expressed in the unfinished song. “Bagea-bagea Mbok Rara lagi teka, bagea-bagea Mbok Rara lagi teka, bagea-bagea…” (Welcome, welcome, Mbok Rara is coming,  welcome, welcome Mbok Rara is coming, welcome, welcome…).

Oil on canvas 
 140 cm x 100, Herjaka HS, 2009
 Collected by Teguh Puji Harsono, Tegal, Central Java
  

No Comments

    Leave a Reply